PERJALANAN PENDIDIKAN NASIONAL
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
PERJALANAN PENDIDIKAN NASIONAL
MENURUT KI HAJAR DEWANTARA
Awal mula perubahan pendidikan terjadi pada tahun 1920, ditandai dengan munculnya cita-cita baru mengenai pembangunan pendidikan. Pendidikan di Indonesia melalui beberapa tahapan perkembangan dimulai dari sebelum kemerdekaan dan setelah merdeka. Tahapan ini menjadi saksi perubahan perkembangan pendidikan di Indonesia sesuai dengan zamannya. Pendidikan kritis bukan sekedar persoalan metodologi pembelajaran di kelas, tetapi sebagaimana Freire maksudkan yaitu melampaui sekolah dan menjadi bagian dari pembebasan masyarakat, yang selanjutnya menggantikan ketimpangan sistemik dengan komunitas dan anak didik yang lebih berdaya, dan karena itu fokusnya yang terpenting adalah bagaimana mewujudkan kesetaraan, demokrasi, politik kebudayaan, pendidikan kritis bagi masyarakat dan anak didik.
Ki Hajar dewantara mendirikan taman siswa di Jogyakarta sebagai gerbang emas kemerdekaan pendidikan dan kebebasan kebudayaan bangsa. Hal ini berdampak positif pada pendidikan, sehingga pendidikan tidak hanya berorientasi pada membaca, menghitung, dan menulis. Namun, kebudayaan dan keagamaan juga menjadi fokus perkembangan dalam mewujudkan cita-cita baru pendidikan di zaman ini. Alumni dari taman siswa dapat ikut serta membangun Gerakan revolusi pendidikan dan pembangunan bangsa dan negara. Maka masuk nya kebudayaan pada pendidikan adalah memelihara serta memajukan hidup manusia ke arah keadaban, berbudi, berakhlak. Bapak Ki Hajar Dewantara telah merumuskan bahwa pendidikan kita tidak boleh hanya berorientasi pada intelektual saja namun nilai kebudayaan dan perubahan perilaku peserta didik harus juga dikembangkan secara utuh menjadi manusia yang manusiawi, tidak hanya individu yang berorientasi dengan nilai akhir.
Menurut Nurcholish Madjid, seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia dalam jurnalnya mengemukakan bahwa seandainya negeri kita tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren pesantren. Pesantren menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang secara konsisten mengembangkan Islam dan menentang kolonialisme ketika bangsa ini dianeksasi oleh penjajah Belanda. Berdasarkan bacaan yang saya dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah kolonial Belanda di bidang pendidikan di Indonesia direalisasikan dalam bentuk model persekolahan dengan tidak memasukkan pendidikan Islam, termasuk pesantren di dalam sistem pendidikannya.
Kilas balik pendidikan zaman kolonial ditandai dengan lahirnya sekolah bumi putra tahun 1854 yang hanya memiliki 3 kelas. Mereka hanya diajarkan membaca, menulis, seperlunya. Sekolah ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang membantu dan mendukung kerja mereka seperti dokter dan guru. Semasa zaman kolonial, menurut catatan sejarah di Indonesia ini telah terdapat beragam sistem pendidikan, ada beberapa pendidikan pesantren tradisional yang mengajarkan pendidikan agama Islam, juga sistem persekolahan yang dibawa Belanda ke Indonesia. Budaya dan tradisi, serta pendidikan agama tradisional, terus memiliki pengaruhnya. Generasi bangsa diharapkan dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan, maka peserta didik memiliki komptensi sosial yang baik. Hal ini tidak bisa kita pungkiri bahwa manusia adalah makhluk sosial. Peserta didik diminta untuk tidak hanya berhenti pada pengetahuan saja, namun mereka dapat merasakan langsung pengalaman dilapangan dengan itu mereka dapat memaknai pengetahuan tersebut dengan penerapannya di kehidupan sehari- hari.
Ki Hadjar Dewantara menempatkan pendidikan sebagai proses sadar dan sistematis untuk mengembangkan karakter luhur yang berakar pada nilai-nilai budaya setempat dan pada saat bersamaan memberi perhatian pada pengembangan kompetensi peserta didik sehingga memiliki kapasitas menjalani kehidupan secara bermartabat sesuai tuntutan zaman (Musanna, 2017).
Referensi
Musanna, A. (2017). INDIGENISASI PENDIDIKAN: Rasionalitas Revitalisasi Praksis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 2(1), 117- 133. https://doi.org/10.24832/jpnk.v2i1.52
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar